Seusai makan atau minum, dia—si enam tahun itu, akan mengambil kursi plastik. Ia letakkan dekat bak pencuci piring. Bertumpu pada kursi, ia mencuci peralatan makannya sendiri.
“Aku mau cuci semuanya,” ujarnya, saat melihat bak penuh peralatan memasak.
“Tidak usah, cukup cuci punya adek saja.”
“Gak apa-apa, aku mau cuci semua. Kan nanti tanganku akan bicara…”
“Maksudnya?”
“Di akhirat nanti, tanganku ini akan bicara. ‘Ya Allah, aku dulu dipakai untuk membantu ibu’, begitu…”
Ah, dia sedang berproses. Membentuk imannya. Meyakini, setiap perbuatannya, sekecil apapun, akan diberi balasan di kehidupan akhiratnya.
Tetap kalem, melihat cipratan air di lantai. Sabun yang dipakai dalam porsi gak normal. Atau, proses mencucinya yang lamaaaa sekali.
Dampingi dan nikmati.
Pelajaran bisa datang dari siapa saja. Belajar untuk memaknai setiap aktivitas yang diri ini anggap sepele, ringan, dan biasa dilakukan sebagai sebuah kebaikan.
Kebaikan yang berbuah di kehidupan abadi kelak.
Seperti anak enam tahun ini. []